Beramal dengan ikhlas merupakan suatu hal yang selalu dituntut oleh Allah Ta’ala. Hal ini karena sebuah amal harus bersih dari riya’ atau sum’ah.
Sum’ah merupakan perbuatan menonjolkan ibadah agar didengar oleh orang atau menyebutkan amal yang dikerjakan agar orang-orang memujinya. Seperti seseorang yang melakukan suatu amalan di malam hari, lalu di pagi atau siang harinya, dia ceritakan kepada teman-temannya.
Jadi, perbedaan antara riya’ dengan sum’ah adalah bahwa riya’ itu berkaitan dengan ibadah yang ingin diliat orang. Adapun sum’ah berkaitan dengan ibadah yang ingin didengarkan orang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ
“Siapa yang memperdengarkan amalanya (kepada orang lain), Allah akan memperdengarkan (bahwa amal tersebut bukan untuk Allah). Dan siapa saja yang ingin mempertontonkan amalnya, maka Allah akan mempertontonkan aibnya (bahwa amalan tersebut bukan untuk Allah). (HR. Bukhari)
Dan dua penyakit tersebut dihukumi syirik kecil. Sebagaiamana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ ” قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: ” الرِّيَاءُ،
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil.”
Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?”
Rasulullah menjawab, “Riya.” (HR. Ahmad)
Lalu, kapan dua syirik kecil ini dapat menjadi syirik besar?
Yaitu dengan tiga hal,
Pertama, jika dia tidak akan pernah melakukan ibadah, kecuali dengan praktek riya. atau sum’ah. Dia sembunyikan kufurnya, dan dia perlihatkan imannya. Ini yang dikatakan riya’ murni, tidak terbayangkan ada pada seseorang yang mempunyai iman melakukannya, karena riya atau sum’ah murni ini biasanya dipraktekan oleh para munafik.
Kedua, mayoritas amalannya berjalan di atas riya atau sum’ah.
Ketiga, keinginan pelaku dalam amalannya adalah dunia, tidak pernah mengharapkan wajah Allah atau balasan di akhirat.
Semoga Allah membebaskan kita dari syirik besar dan kecil.
Referensi:
Al-Mufid fii Muhimmati Tauhid, karya Dr. Abdul Qadir bin Muhammad Ato Sufi.