Home Ibadah Makna Hari Asyuro Untuk Orang Yahudi, Nasrani, Dan Quraisy

Makna Hari Asyuro Untuk Orang Yahudi, Nasrani, Dan Quraisy

573
0

Asyuro adalah tanggal 10 di bulan muharram, dan bulan muharram sendiri merupakan bulan-bulan haram. Dan 10 Muharram ini dari sebelum hadirnya Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa sallam, sudah menjadi hari yang banyak dikenal dan cukup fenomenal, dikalangan Ahli Kitab Yahudi dan Nasrani, ataupun pada orang-orang Quraisy. Namun nama bulannya bukan muharam, karena penamaan bulan ini, bulan muharam adalah penamaan islami. Dahulu mereka menyebutnya dengan safar awwal.[1]

 

Untuk Kalangan kaum Yahudi, hari Asyuro adalah hari raya mereka,

(وَعَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: «كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: صُومُوهُ أَنْتُمْ» ) البخاري و مسلم

Dari Abu Musa Al Asy’ari, Hari Asyuro merupakan hari yang diagungkan dan dijadikan hari raya oleh para Yahudi, maka Rasulullah mengatakan, “Puasalah kalian pada hari itu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

«قَدِمَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالُوا: يَوْمٌ صَالِحٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَبَنِي إسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى، فَقَالَ: أَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ، فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Saat Nabi Shallahu Alaihi wa sallam tiba di madinah dan melihat para orang yahudi berpuasa di hari Asyuro, nabi bertanya, Apa ini?, mereka menjawab, “ini adalah hari yang baik, hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuhnya, maka Musa berpuasa pada hari tersebut”. “aku lebih berhak terhadap Musa dibandingkan kalian”, sahut Rasulullah Shallahu Alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah Shallahu Alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berpuasa. (HR. Bukhari)

 

Dikalangan orang Nasrani pun demikian, dahulu mereka berpuasa, As Syaukani mengatakan, bahwa penyebab mereka para Nasrani ikut berpuasa dan mengagungkan hari Asyuro karena Nabi Isa juga puasa, dan sebagaimana diketahui bahwa hukum-hukum ibadah yang ada pada Injil banyak diambil dari taurat.[2]

 

Di Kalangan orang quraisy pun seperti itu, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiallahu Anha,

وَعَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: «كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَصُومُهُ؛ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ؛ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ: مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ» البخاري مسلم أحمد

Aisyah mengatakan bahwa pada hari Asyuro,orang-orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa, dan Rasulullah Shallahu Alaihi wa sallam pun ikut berpuasa, lalu saat beliau tinggal di madinah beliau juga puasa dan memerintahkan kaum muslimin untuk puasa, namun setelah puasa Ramadhan diwajibkan untuk kami, Rasullah Shallahu Alaihi wa sallam mengatakan, “Yang ingin puasa silahkan, yang tidak mau puasapun silahkan”. (Hr. Bukhari dan Muslim)

 

Pula, dinukilkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul bari, riwayat dari Ikrimah saat ditanya mengapa orang Quraisy juga ikut berpuasa di hari Asyuro, beliau menjawab, “Dahulu kaum Quraisy memiliki suatu dosa yang menyesakkan dada mereka, lalu mereka bertanya cara untuk bertaubat, dikatakan kepada mereka “Berpuasa Asyuro”.

 

Al Hafidz juga menambahkan, bahwa orang-orang Quraisy berpuasa di hari Asyuro disebabkan syariat-syariat yang pernah ada di antara mereka dahulu, dan mereka menganggungkannya dengan mengganti kiswah ka’bah.

 

Makna-makna ini yang menjadikan mereka mengagungkan hari Asyuro, Adapun umat nabi Muhammad shallahu alaihi wa sallam telah memiliki tuntunan untuk mengagungkan hari Asyuro, yaitu dengan berpuasa.

 

Sebagai catatan, bukanlah berarti umat Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa sallam justru meniru ahli kitab dalam hal ini, Al Imam Qurtubi mengatakan,[3]

قَالَ الْقُرْطُبِيُّ: وَعَلَى كُلِّ حَالٍ فَلَمْ يَصُمْهُ اقْتِدَاءً بِهِمْ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُهُ قَبْلَ ذَلِكَ، وَكَانَ ذَلِكَ فِي الْوَقْتِ الَّذِي يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُنْهَ عَنْهُ

Intinya, bahwa nabi Shallahu Alaihi wa sallam berpuasa bukan atas dorongan meniru mereka, karena nabi Shallahu Alaihi wa sallam telah berpuasa sebelum itu, dan saat itu merupakan keadaan yang disukai untuk menyetujui ahli kitab pada hal yang tidak dilarang.

 

Maka, untuk kasus ini ahli kitab masih mempertahankan ajaran yang benar serta tidak terlarang di agama Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa sallam.

 

[1] Syarah Suyuti ala shahih muslim 3:352

[2] Nailul Autor 9\408

[3] Al Mufhim (3\192)